Friday, 17 June 2011

Sekeranjang Sampah, Seranjang Sumpah-asma-

Sekeranjang Sampah, Seranjang Sumpah
aku mendambakan pagi semenjak kucium aroma rambutmu sehabis keramas. aku mendambakan rumah dan pekarangan dan pohon rambutan dan bau tanah basah. aku membayangkan setiap pagi mengosongkan sekeranjang sampah yang lelah seharian menampung limbah resahku, membuangnya ke lubang kompos di pekarangan belakang. aku mengenang sajak-sajak yang hilang, sejak uban dan lahat mulai membayang.
di ranjangku, bau wangi sabun cuci dan aroma cinta menguar dari sprei yang baru diganti. di sana kukumpulkan remah-remah mimpi yang kau tinggalkan semalam, juga sumpah serapah dan janji-janji. kadang-kadang kutemukan pula sumpah suci dari langit, sejak aku mengenal samadi yang kukaji dari sela-sela gigimu.
di seberang jendela, cuaca masih memijah telur-telur katak. langit sempoyongan sebagaimana terbaca dalam liukan bayang-bayang. mentari bermalasan sepanjang hari, hibernasi akibat letih terbakar api dalam diri. inilah cuaca yang tak kusuka, bikin ranjang kian gigil saja. aku hanya bisa menebah-nebah kasur yang beku, berharap rontok sampah serapah dan limbah gundah sisa abad-abad yang lalu.
demi ranjangku aku bersumpah menempuh jalan yang takkan kusesali. tetapi pagi masih dini, hujan belum lagi pergi. dan di dapurku masih menunggu sekeranjang sampah, penuh hasrat dan mimpi-mimpi basi.

No comments:

Post a Comment